Ternyata Laki-Laki yang Kubutuhkan Hanyalah Bapak

Juni 30, 2015 Agatha Ega 1 Comments


JOMBLO, sebuah status yang kadang bikin kesel. Yang entah kenapa seakan-akan semua orang yang mengetahui kita baru menyandang status itu langsung menganggap kita ngenes. sebulan dua bulan mereka akan maklum dan mem-puk-puk kita yang baru putus. Lebih dari itu mereka akan bilang kalau kita galaku atau men-judge kita manusia goa yang ga mau membuka diri untuk dunia luar. “Move on Gath, cari pacar sana!” Sentilan-sentilan itu sudah biasa saya dengar dan saya balas dengan senyum lebar, atau saya bilang lagi fokus ke passion, atau kalau saya saking putus asanya saya akan ngaku belum move on.

Perihal mudah atau tidaknya move on. Ketakutan saya cuma satu, saya takut dapat pacar yang bajindul lagi. Terkadang saya memang terlalu takut menghadapi kenyataan. Jadi kalaupun saya bilang tidak bisa move on itu karena saya merasa lebih baik balikan sama mantan daripada dapat pacar yang lebih bajindul dari mantan. Haha, saya emang ngawur. Kita musti positive thinking, everything  happens for a reason and we deserve better :)

Dari peristiwa putus ini, saya dapat banyak sekali pelajaran. 1. Ga ada gunanya kita memaksa seseorang untuk bertahan demi kita. Hei, hewan aja gamau dikurung apalagi manusia? Dan cowok yang kadang kelakuannya kayak anyiiing itu, nyatanya ga se sesetia anjing yang namanya Hachiko. Jadi lebih mending pacaran sama anjing nih daripada cowok? Wkwk. 2. Saya jadi tahu siapa sahabat yang benar-benar memahami saya. Setelah saya putus saya sering memakai ‘topeng’. Saya ketawa-ketiwi menertawakan nasib saya. Saya membuat nasib saya ini bahan guyonan diantara teman-teman saya. Supaya saya kelihatan tegar, padahal cuma sok-sok an. Dan akan ada sahabat yang tahu apa yang benar-benar saya rasakan di balik topeng saya dan bilang “Stop Gath, mending kita bahas yang lain, aku kasihan lihatnya kalau kamu kayak gini terus” thanks for caring guys *peluk*. 3.  Saya ga butuh pacar kalau hanya untuk ngasih perhatian. Mas-mas indomart bisa kok ngasih ucapan selamat pagi. Provider sering kok ngasih kata-kata gombal meskipun selalu diakhiri dengan promosi i-ring atau layanan terbarunya. Tapi bukan itu sih yang saya maksud. Saya masih punya laki-laki paling tulus dan setia di dunia ini, yaitu Bapak.

Bapak saya orangnya sangat perhatian. Hebatnya, dia selalu bisa membagi perhatiannya itu rata kepada keluarganya, 1 orang istri dan 3 orang anaknya. Saya tidak pernah merasa kekurangan perhatian sedikitpun dari Bapak saya. Sayangnya saya baru menyadarinya akhir-akhir ini. Saya sering tidak sempat atau mungkin lebih tepatnya tidak menyempatkan diri membalas SMS-nya. Dan disaat-saat itu saya malah lebih sering mengharapkan SMS “Apa kabar?” dari mantan yang sudah lost contact itu. Hahaha ironis, padahal kalau dipikir-pikir dulu perhatian yang diberikan mantan tidak ada apa-apanya dengan perhatian Bapak. Kalau dulu saya tidak membalas SMS nya, dia pasti sudah ngamuk dan bilang perhatian saya mulai memudar. Dan kalau saya tidak membalas SMS Bapak, tiba-tiba Bapak malah mengirimi saya pulsa, karena beliau mengira saya tidak membalas SMS nya karena saya kehabisan pulsa.

Untuk masalah diperjuangkan. Bapak saya jagonya memperjuangkan apapun demi anaknya. Akhir-akhir ini saya baru berpikir rasional kalau buat apa saya mempertahankan laki-laki yang untuk memperjuagkan jarak dan waktunya demi saya saja tak sanggup. Akhirnya ada sedikit rasa syukur saya telah putus. Dan saya bersyukur tidak akan pernah putus hubungan dengan Bapak. Karena tidak akan ada yang namanya mantan Bapak. Tentu saya akan sangat menyesal kalau harus putus dengan orang yang gigih dan rela berkorban seperti Bapak saya. Dari kecil Bapak yang guru SD dan Ibu yang hanya ibu rumah tangga selalu berusaha mencukupi kebutuhan saya, kakak, dan adik. Saya ingat setiap saya dan saudara saya makan dan di meja hanya ada sedikit lauk daging atau ikan, Bapak pasti tidak akan mengambil. Bapak mengalah dan memberikan lauk itu kepada kami. Kadang Bapak bahkan Cuma makan nasi dan kuah sayur. Waktu saya kerepotan mengurus berkas-berkas untuk pengajuan beasiswa, Bapaklah yang juga selalu berjuang kesana-kemari mengurusnya, minta tanda tangan RT, kepala desa dll. Dan dengan egoisnya ketika berkas-berkas itu salah ketik saya langsung ngamuk, lalu Bapak kembali mengurusnya sampai betul-betul tidak ada lagi kesalahan. Terharunya, diakhir Bapak justru yang minta maaf karena kekurang sempurnaan pengerjaan berkas itu. Saya Cuma berharap, Tuhan... semoga di masa depan stok laki-laki sesabar Bapak masih ada, dan simpankanlah untuk jadi suamiku kelak.

Saya butuh laki-laki yang bisa memotivasi sekaligus mengapresiasi saya terutama dalam urusan passion dan cita-cita. Namun seringkali ketika kita memiliki pacar, motivasi dan apresiasi itu cuma omong kosong mereka. Pada akhirnya akan ada yang harus dikorbankan. Cinta atau cita? Tidak bisakah keduanya berjalan bersinergi? Saya tidak hanya sedang membicarakan diri saya, tapi saya juga membicarakan teman-teman saya yang oh.. kasihan sekali nasibnya. Ada yang tidak boleh ikut ekskul, organisasi, atau lomba-lomba dengan alasan pacarnya yang posesif. Guys, akankah passion kamu gadaikan dengan pacar? Berpikir bijaklah. Carilah pacar yang demokratis terhadap prinsip-prinsip hidupmu yang ingin kamu pegang teguh.

Bicara tentang passion tentu lagi-lagi Bapak saya yang punya andil besar dalam proses saya. Ia selalu menanamkan nilai Demokratis, dan tak pernah sekalipun kegiatan-kegiatan yang saya geluti tidak disetujuinya. Tentu saja asalkan positif dan sesuai passion saya. Pernah suatu kali saya main teater waktu SMP, saat  itu adalah saat pertama saya main teater. Saya masih grogi dan amatiran, jadi saya merasa malu kalau ditonton oleh orangtua saya. Saya melarang Bapak dan Ibu untuk menontonnya. Saya kira mereka benar-benar tidak menontonnya, tapi ketika teman kerja Bapak main ke rumah, ia memuji bakat akting saya. Saya langsung tanya, kok anda bisa tahu? Ternyata oh ternyata Bapak saya tetap menonton saya, dan bahkan memperlihatkan foto-foto saya ketika di atas panggung pada teman-temannya. Saya benar-benar dibuat tersanjung dengan apresiasi yang sering bapak lakukan. Semenjak itu saya berprinsip untuk selalu menekankan ini ketika passion saya mulai diusik “Apa hak kamu larang-larang saya? Cuma pacar kan? Orang Bapak saya aja ga pernah larang saya ngelakuin ini itu kok”.

Bahkan untuk hal yang sangat sederhana, Bapak selalu berusaha menyanjung. Bukan, beliau bukan laki-laki buaya darat yang omongannya manis penuh tipu daya. Bapak akan memuji saya jika itu diperlukan untuk memompa kepercayaan diri saya. Ketika saya belajar memasak cah kangkung dan kangkungnya terlalu layu karena kelamaan di kompor, Bapak saya tetap memujinya enak agar saya tidak menyerah untuk belajar memasak. Ketika saya pesimis ikur lomba announcer, karena saingannya kebanyakan orang radio, bapak saya tetap mengirimi saya SMS kata-kata semangat dan bilang, percayalah dengan keunikan suara kamu dan kamu akan dapat mengalahkan mereka. Bapak ingin saya tetap percaya diri. Sampai bahkan ketika saya pernah benar-benar putus asa karena tidak siap ditunjuk menjadi peserta lomba pidato bahasa Jawa dan semua kalimat motivasi tidak ada artinya lagi dikuping saya, Bapak langsung keluar membelikan saya satu setel seragam putih-biru dan sepatu baru agar penampilan saya ketika lomba semakin maksimal dan percaya diri. Sebenarnya bukan barang-barang itu yang membuat saya berubah jadi optimis kembali. Namun kegigihan Bapak, yang saya tahu uang didompetnya waktu itu tidak banyak, dan saat itu sedang hujan deras. Sepatu yang dibeli itu awalnya juga tidak pas dengan ukuran saya, dan Bapak tetap kembali ke tokonya di tengah hujan deras demi menukarkan sepatu yang sesuai dengan ukuran saya.

Bapak selalu mempunyai cara untuk membuat saya kembali optimis. Bapak selalu bilang sesulit apapun, sebuntu apapun pasti akan dibukakan pintu untuk orang yang mengimani Tuhan. Dan saya selalu percaya kekuatan doa seorang Bapak. Semua pencapaian yang saya dapatkan selama ini juga berkat doa-doa Bapak. Ketika saya putus asa dan berkata “Semua laki-laki sama saja, sama-sama bajingan”, saya mencoba berpikir kembali. Saya tidak boleh mengeneralisasikannya semudah itu. Kasih sayang Bapak yang tulus dan tak pernah lekang oleh waktu itu adalah salah satu contoh nyata bahwa masih ada laki-laki yang bukan bajingan. Dan kalaupun itu sangat minim jumlahnya saya akan menyerahkan itu pada Bapak, saya yakin Bapak juga akan mendoakan saya mendapatkan laki-laki yang tepat untuk menjadi pasangan saya kelak. Jadi saya tidak perlu khawatir lagi.

Tentang gelar jomblo, dan apapun itu kata mereka tentang love&relationship saya, saya tak peduli. Life is too precious to waste it with the wrong person. I’m better off alone until the right one comes along. And i’m the daughter of respected man and future wife of another. I don’t let young boys fool me into their temporary lust.

Know your worth girls! 


1 komentar:

Total Tayangan Halaman